RSS Feed

Madrasah Aliyah Terpadu Daarul Ikhlash

MADRASAH ALIYAH TERPADU DAARUL IKHLASH

Senin, 27 September 2010

Meluruskan Makna Jihad

Oleh: Husen

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Anfal [8]: 72)
Saat orang meneriakan kata jihad, maka yang akan muncul dalam benak kita adalah bahwa jihad merupakan perintah suci yang sifatnya ilahiyah. Memang, sudah menjadi kewajiban orang yang beriman untuk selalu berjihad dengan mengerahkan seluruh kekuatan pikiran, harta, maupun jiwa. Namun sayangnya, pengertian jihad yang dipahami sebagian masyarakat hanya terbatas pada satu makna jihad dengan mengabaikan makna jihad lainnya, yaitu memerangi kelompok yang dikategorikan musuh agama.
Berangkat dari kenyataan tersebut, tidak sedikit masyarakat yang menjadi masa bodoh, cuek, saat ada orang atau kelompok mengajak berjihad. Dalam hal ini, sikap cuek dan masa bodoh masyarakat bisa dipahami, karena jihad dalam pengertian perang, menumpas atau membunuh sarat dengan kekerasan. Sedangkan bagi saudara kita yang non-muslim hanya bisa bersembunyi di balik poster yang bertulikan “milik muslim” ketika muncul kelompok yang meneriakkan jihad dengan berbagai atributnya yang mengancam eksistensinya (seperti yang terjadi pada kerusuhan Tasikmalaya). Lalu muncul pcrtanyaan, apa dan bagaimana sebenarnya jihad itu? Jihad berasal dari kata jahada-yujahidu-mujahadatan-jihadan, yang akhirnya populer dengan kata jihad. Semua kata tersebut berasal dari satu akar kata yang memiliki arti serius atau bersungguh-sungguh. Namun pada pelaksanaannya, dari akar kata jihad itu dapat kita bagi pada dua makna: yaitu olah fisik dan olah pikir.
Untuk membuka cakrawala pemikiran kita dalam memahami makna jihad, akan lebih baik jika kita terlebih dahulu membuka satu kitab yang begitu populer di kalangan pesantren, yaitu I’anatu al-Thalibin (Syarh Fath al-Mu‘in). Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa bentuk jihad itu ada empat macam: jihad dalam rangka penegasan keberadaan Allah (isthbatu wujudillah), jihad dalam rangka menegakkan syariat Allah (iqamatu syariatillah), perang di jalan Allah (al-qital fi sabilillah), dan “mencegah kemudlaratan dengan memenuhi kebutuhan orang, baik itu orang Islam ataupun kafir dzimmi” (daf’u dlaruril ma’shumin musliman kana aw dzimmiyan).
Jihad dalam pengertian pertama, dengan cara mempertegas keberadaan Allah Swt di muka bumi, ini bisa berbentuk zikir, wirid, dan takbir. Orang yang sering bertasbih, takbir, tahmid, dan tahlil setelah selesai melaksanakan shalat, maka sedikitnya ia telah berjihad di jalan Allah sebanyak lima kali dalam sehari. Selain itu, orang yang melantunkan adzan dapat juga dikategorikan sebagai orang yang sedang berjihad dengan cara penegasan keberadaan Allah (istbat wujudillah). Dengan demikian, ternyata disadari atau tidak kita seringkali melakukan jihad, yaitu dengan cara mengagungkan nama Allah. Singkatnya, jihad dengan cara itsbatu wujudillah sudah menjadi sebuah tradisi bagi umat Islam Indonesia.
Dalam pengertian yang kedua, jihad dipahami sebagai upaya sungguh-sungguh dalam menegakkan nilai-nilai agama (iqamatu syariatillah), yaitu dengan cara melaksanakan shalat, membayar zakat, melaksanakan puasa, dan menunaikan ibadah haji. Bahkan Nabi sendiri memposisikan haji mabrur sebagai jihad yang paling utama sebagaimana dalam hadis riwayat Imam Bukhari beriktu ini.
Dari Aisyah r.a. berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, Kami melihat bahwa jihad merupakan amal paling utama, apakah kita tidak berjihad? Jawab Nabi: “Akan tetapi jihad yang paling utama adalah haji mabrur.
Begitu juga dengan cara memberikan zakat atau sedekah berarti kita telah melaksanakan jihad yang menurut surah Al-Anfal ayat 72, sebagaimana dikutip di awal tulisan ini, dikategorikan sebagai jihad bi al-amwal(jihad dengan harta). Maknanya adalah saling memberikan perlindungan antara sesama umat manusia melalui proses pengelolaan zakat secara apik dan profesional, sehingga zakat dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan.
Demikian juga dengan puasa. Puasa dikategorikan sebagai jihad untuk melawan hawa nafsu. Tentu saja, jihad orang yang berpuasa belum dianggap berhasil apabila ia masih membuat keonaran, kerusakan, dan kehancuran di muka bumi.
Sedangkan dalam pengertian yang ketiga, jihad dipahami sebagai berperang di jalan Allah (al-qital fi sabilillah). Artinya, jika ada komunitas yang memusuhi kita, merebut hak-hak kita, dan menindas kita, dengan cara-cara yang tidak dibenarkan agama, maka kita diperkenankan untuk berperang sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan Allah. Dalam catatan sejarah bangsa ini, kita mengenal al-qital fi sabilillah melalui resolusi jihad yang difatwakan oleh tokoh pendiri NU, Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Resolusi jihad inilah yang mendorong timbulnya pertempuran antara bangsa Indonesia dengan Inggris di Surabaya pada tanggal 10 Nopember 1945. Pertempuran ini terjadi bukan berlatar belakang agama. Resolusi jihad itu lebih ditekankan sebagai pembelaan bangsa Indonesia dalam mempertaruhkan tanah air dan melindungi semua komunitas, lepas dari latar belakan etnik, budaya, dan agama.
Dalam konteks al-qital fi sabilillah ini, Rasulullah Saw menggariskan peraturan yang sangat ketat. Misalnya, selama berperang dilarang membunuh anak-anak, perempuan, dan orang tua yang tidak ikut berperang. Selain itu dilarang menebang pohon-pohonan dan dilarang membakar tempat ibadah. Di sinilah Islam mengajarkan, kalaupun harus berperang fisik, tidak boleh bertindak seenaknya. Tetapi kita harus tetap memegang etika, baik pada alam, manusia, dan rumah ibadah umat lain yang berbeda keyakinan dengan kita.
Dalam pengertian yang keempat, jihad adalah mencukupi kebutuhan dan kepentingan orang-orang yang tidak mampu, baik itu muslim maupun kafir dzimmi. Pemenuhan kebutuhan ini termasuk pencukupan bahan pokok pangan, sandang, dan papan. Dengan demikian, negara yang memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan itu harus mengelolanya secara adil demi kepentingan seluruh komponen bangsa tanpa membedakan suku, ras, agama, dan golongan.
Akhinya mari berpikir jernih dalam menerjemahkan makna jihad dalam konteks bangsa Indonesia yang majemuk ini dengan mengaca pada sejarah Nabi Saw ketika memerintah di kota Madinah yang komunitasnya majemuk. Dan pemaknaan jihad sebagai berperang dengan mengacungkan senjata dan pedang hanyalah salah satu dari ribuan model jihad. Pemaknaan jihad dengan cara kekerasan akan melahirkan kerusakan yang melunturkan sifat ajaran Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Bahkan dari semua model jihad, tidak satu model jihadpun yang dilakukan dengan cara bunuh diri, apalagi bunuh diri yang tidak jelas target dan musuhnya. Malah Islam tidak membenarkan membunuh orang yang tidak berdosa. Karena, di samping mengkhianati makna dan tujuan diciptakannya manusia sebagai khalifah Allah, juga demi menjaga kelestarian manusia dan lingkungannya. Wallahu A’lam.
Husen
Peserta Pelatihan Dakwah Transformatif PP LAKPESDAM NU
dari Tasikmalaya